Sri Huning dari Tuban

Sri Huning, lebih dari sekedar bela negara tetapi juga sebuah riwayat tentang cinta yang sedia bertaruh nyawa – labuh tresna lan sabaya pati


Intro: Story Background
Berangkat dari ketertarikan terhadap syair gending Jawa tradisional berbentuk kesenian tayub yang berjudul “Sri Huning Mustika Tuban”, penulis tergelitik untuk menulis kembali riwayat seorang perempuan bernyali baja dari Tuban kuno yang bernama Sri Huning. Kisah keberanian perempuan ini sangat populer sebagai salah satu folklore yang diceritakan secara turun-temurun di daerah pesisir utara Jawa Tengah maupun Timur (dari Jepara, Tuban, Lamongan) hingga kearah selatan dari Bojonegoro sampai ke Ponorogo.
Latar belakang waktu dari kisah Sri Huning ini terjadi pada era-era awal berdirinya Kerajaan Majapahit. Dikisahkan, Raden Wijaya sebagai pendiri Kerajaan Majapahit memiliki beberapa rekan yang turut berjasa mendirikan pemerintahannya, diantaranya adalah Ronggolawe yang kemudian hari karena jasanya ia dianugerahi kedudukan sebagai raja kecil (adipati) di Keraton atau Kerajaan Tuban. Dikemudian hari pula berdasarkan informasi yang tertulis dalam Serat Pararaton, Ranggalawe tewas dengan mengenaskan ditangan pasukan Raden Wijaya sebagai hukuman atas upaya pemberontakan oleh Ronggolawe yang diinisiasi oleh provokasi tokoh antagonis bernama Mahapati. Selepas matinya Adipati Ranggalawe, jabatan ratu (terlepas dari jenis kelamin, kebudayaan Jawa asli menyebut raja sebagai “Ratu” yang berasal dari kata “Datu” atau penguasa) turun ke putra Adipati Ranggalawe, yakni Suralawe. Setelah bertahta, gelar yang disandangnya menjadi Adipati Hariyo Surolawe.
Sementara itu, sedikit membahas tentang sistem pemerintahan dan birokrasi jaman Majapahit, sedikit banyak tidak berbeda dengan situasi administrasi pemerintahan Indonesia saat ini. Artinya, pemerintahan pusat berada di Keraton Majapahit yang kemungkinan besar berlokasi di daerah Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto, membawahi kerajaan-kerajaan kecil diseluruh penjuru Nusantara. Kedudukan kerajaan-kerajaan kecil ini menjadi tanggung jawab langsung dari Keraton Majapahit. Selanjutnya kerajaan-kerajaan kecil ini memiliki wewenang serupa dengan level kabupaten dijaman moderen saat ini. Maka dari itu keraton-keraton kecil ini kemudian disebut dengan “Kadipaten” atau “Wengker”, rajanya disebut ratu dengan gelar “Adipati” atau “Demang”.  Diantara puluhan atau mungkin ratusan Kadipaten yang dinaungi oleh Kerajaan Majapahit, terdapat tiga kerajaan yang terlibat dalam kisah ini, yaitu Kadipaten Tuban, Kadipaten Bojonegoro dan Kadipaten Lamongan.
Berkaitan dengan situasi politik karena banyaknya kerajaan dibawah naungan Keraton Majapahit, berbagai intrik politik tidak dapat dielakan. Persaingan atau persekutuan antar kerajaan-kerajaan kecil tentu tak bisa dihindarkan. Perselihan kadang berakhir dengan peperangan kecil yang kemudian akan dipadamkan dengan paksa oleh pemerintah pusat (Keraton Majapahit) demikian pula upaya persekutuan bisa diwujudkan dengan “pernikahan antar keraton” dengan sistem “perjodohan”. Lupakan cinta, semata demi kepentingan politik maka terlahir menjadi bagian anggota keluarga ningrat berarti juga harus selalu siap sedia untuk dinikahkan secara “paksa” dengan anggota kerajaan lain dari keraton yang ingin bersekutu.
Secara ringkas, pihak-pihak yang terlibat dalam hikayat Sri Huning ini dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok besar sebagai berikut:
1.     The protagonists
Keraton Tuban dengan tokoh Adipati Suralawe yang memiliki dua putra dan satu orang putri, masing-masing Raden Wiratmoyo (anak pertama); Raden Wiratmoko (anak kedua); dan Roro Sri Huning (anak terakhir)
2.     The antagonists
Keraton Lamongan dengan rajanya Adipati Jolo Sudibyo
3.     Supporting roles
Keraton Bojonegoro dengan rajanya Adipati Sosronegoro yang memiliki anak perempuan pewaris tahta bernama Raden Ayu Kumoloretno
Merunut dari berbagai literasi, Adipati Raden Hariyo Surolawe memerintah dan berkuasa di Tuban pada Tahun 1291-1306

Chapter 1: Pre wedding
Back in the days, di Keraton Tuban, Raden Wiratmoyo sebagai putra tertua Adipati Suralawe digadang-gadang akan menjadi penerus tampuk kekuasaan Kadipaten Tuban selanjutnya. Namun, ia mendapati dirinya gelisah karena asmara yang ia rasakan kepada adik perempuannya sendiri, Roro Sri Huning. And yes, it looks like some incest story to begin with but let me finish the first part. Karena kegelisahan ini kemudian Raden Wiratmoyo mendatangi ibunya untuk mencurahkan isi hati. Dari momen ini kemudian terungkap rahasia keluarga yang belum pernah diketahui oleh Raden Wiratmoyo sebelumnya. Ibundanya akhirnya membeberkan sebuah cerita apabila sebenarnya Roro Sri Huning bukanlah anak kandung dari keluarga Keraton Tuban, Sri Huning adalah puteri dari abdi dalem kakek Raden Wiratmoyo (Adipati Ranggalawe) bernama Wongsopati, yang turut tewas ketika membela Adipati Ranggalawe saat mendapatkan serangan prajurit khusus kiriman Raden Wijaya dari Keraton Majapahit. Karena rasa iba dan mengingat jasa Wongsopati, kemudian Adipati Suralawe dan istrinya mengadopsi Sri Huning. Mendengar kabar ini, giranglah hati Wiratmoyo dan ia bergegas menyatakan cintanya kepada Roro Sri Huning. Dengan terungkapnya asal-usul dirinya, Sri Huning menerima ungkapan cinta dari kakak angkatnya a.k.a. Wiratmoyo. The first twist was pretty much okay on my opinion. Since the day, resmilah akhirnya terjalin kisah antara Wiratmoyo dan Sri Huning, dari balik tembok keraton, perasaan mereka tumbuh semakin kuat. Dan dengan berjalannya waktu, Wiratmoyo kemudian memantapkan hatinya untuk menikahi Sri Huning, untuk itu dia bergegas menemui ayahnya, Adipati Suralawe. 

Chapter 2: The wedding day
Terkesiap dengan kedatangan Wiratmoyo beserta niatnya, Suralawe kemudian dengan berat hati mengatakan kepada anak pertamanya bahwa ia sangat bahagia apabila Wiratmoyo telah menemukan tambatan hati (dari ilustrasi dan asumsi, bahwasanya Suralawe sudah menduga bahwa hal ini akan terjadi, Wiratmoyo jatuh cinta kepada adik angkatnya sendiri, Sri Huning). Namun, tanpa sepengetahuan Wiratmoyo sebelumnya, Suralawe telah mengatur pernikahan antar keraton untuk Wiratmoyo (dank!!). Suralawe telah bersepakat dengan Adipati Sosronegoro dari Keraton Bojonegoro untuk menikahkan putri Keraton Bojonegoro, Raden Ayu Kumoloretno dengan Raden Wiratmoyo. You know the reason right?.
Mendengar feedbacks dari ayahnya, lunglailah Wiratmoyo begitu juga dengan Sri Huning yang hancur lebur hatinya harus merelakan kekasihnya menikahi perempuan lain (play the “ditinggal rabi” by Via Vallen please!). But again, for he greater purpose and virtue, Sri Huning tidak menghalangi atau bahkan protes dengan keputusan tersebut, ia menerima keputusan ayah angkatnya dan merelakan kekasihnya untuk orang lain (it got me swears like hell, the plot twist tho…).
Meanwhile, from afar di Kerajaan Lamongan, Adipati Jolo Sudibyo yang memiliki ambisi serupa dengan Adipati Suralawe, berniat untuk meminang Kumoloretno dengan tujuan untuk memperkuat persekutuan dengan Keraton Bojonegoro. Namun, pinangan dari Keraton Lamongan ini kemudian dimentahkan oleh Adipati Sosronegoro of Keraton Bojonegoro (no further information about the rejection, entah karena udah duluan bikin perjanjian dengan Keraton Tuban or maybe karena Ratu Lamongan sudah beristri sebelumnya dan berniat menjadikan Kumoloretno of Keraton Bojonegoro sebagai istri kedua, no one would ever happy with that mess right?)

Chapter 3: Menikah dan serang kemudian
Back with the unlucky duo, tibalah hari pernikahan yang telah disepakati antara Kadipaten Tuban dan Bojonegoro. Berdua, dengan hati yang sama-sama hancur. Wiratmoyo bertolak ke Bojonegoro disertai oleh Sri Huning selaku kerabat pengiring. Iringan rombongan juga membawa serta pasukan kerajaan sebagai mana kelaziman waktu itu. Sewaktu, prosesi pernikahan digelar, tanpa diduga, Adipati Jolo Sudibyo yang merasa sakit hati karena lamarannya ditolak tempo hari, menyerang Keraton Bojonegoro!. Keraton Bojonegoro yang kala itu sedang melangsungkan hajat mantu, terkejut dengan serangan mendadak dari Keraton Lamongan. Kabar penyerbuan Kerajaan Lamongan ini sampai ke telinga Sri Huning. Selaku kerabat besan Kerajaan Bojonegoro, Sri Huning bergegas meninggalkan Istana Bojonegoro dengan membawa serta rombongan pasukan yang ia bawa dari Keraton Tuban. Sri Huning memberikan back up kepada pasukan Bojonegoro yang tidak siap dengan serangan mendadak dari pasukan elit Keraton Lamongan.  Baik Sri Huning maupun para senopati dari Keraton Bojonegoro tidak menyangka diantara elit pasukan penyerang tersebut ternyata turut pula Adipati Jolo Sudibyo yang beringas dan dengan amarahnya berhasil memporak porandakan pasukan Bojonegoro dan Tuban. Sri Huning bertahan sekuat tenaga dan bekerja sama dengan para senopati dari Keraton Bojonegoro berhadapan langsung melawan Adipati Jolo Sudibyo. Naas, Adipati Jolo Sudibyo of Lamongan terlampau kuat untuk dilawan oleh Sri Huning dan para senopati Keraton Bojonegoro. Sri Huning terkapar mengenaskan dengan isi perut yang terburai, sementara itu beberapa senopati yang selamat berhasil melarikan diri dan melapor ke Adipati Sosronegoro. Kabar serangan dari Keraton Lamongan dan tewasnya Sri Huning ini kemudian sampai ke telinga Wiratmoyo pada akhirnya. Mendengar wanita terkasihnya tewas, maka beringaslah seketika Raden Wiratmoyo, serta merta ia meninggalkan perhelatan nikahnya dan menyusul Sri Huning. Wiratmoyo terhenyak dengan apa yang ia lihat, dan dengan tersengal-sengal Sri Huning mengucapkan perpisahannya untuk Wiratmoyo. Ia telah menunaikan tugasnya untuk memastikan orang dicintainya dapat menyelesaikan pernikahan tanpa ada gangguan. Ia mengatakan kepada Wiratmoyo, untuk cinta yang tanpa syarat, nyawa yang ia “labuh” kan atau korbankan bukanlah sesuatu yang harus ia takuti untuk terlepas dan hilang. Dan kemudian Sri Huning menghembuskan nafas terakhirnya, mati bersimbah darah dalam pelukan Wiratmoyo. Melihat Sri Huning yang telah tewas, makan gusarlah Wiratmoyo, dengan amukan dan amarah yang meluap ia pun menyerang Adipati Jolo Sudibyo untuk membalaskan kematian Sri Huning. Namun sayang, karena duka dan putus asa, Wiratmoyo dapat dengan mudah dihabisi oleh Adipati Jolo Sudibyo. Akhirya, diwaktu yang hampir bersamaan, kedua sejoli ini (yang satunya jomblo patah hati, yang satunya suami orang) mati mengenaskan saling bersisihan.

Chapter 4: Balas!
Gemparlah Keraton Tuban dan Bojonegoro dengan serangan dari Keraton Lamongan. Mereka kemudian bekerja sama untuk menuntut balik kematian Wiratmoyo dan Sri Huning. Terutama Adipati Suralawe yang begitu hancur larut dalam duka kehilangan dua anak kesayangannya, melampiaskan amarahnya menuntut balas dengan menghabisi Adipati Jolo Sudibyo. Dan dengan demikian takluklah kemudian Kerajaan Lamongan dibawah serangan ratu dari kerajaan Tuban dan Bojonegoro.

Chapter 5: The aftermaths
Untuk memenuhi janjinya berkaitan dengan persekutuan antara Kerajaan Tuban dan Lamongan, keduanya tetap berbesanan dengan pernikahan yang dilanjutkan dengan mempertemukan Raden Ayu Kumoloretno of Bojonegoro dengan Raden Wiratmoko of Tuban (adik dari Raden Wiratmoyo). Pun kemudian, Sri Huning dan Wiratmoyo dimakamkan secara bersisihan di daerah Bojonegoro.

The summary
Riwayat Sri Huning ini menjadi folklore terkenal karena bercerita tentang keberanian dalam menjaga martabat negara dan sekaligus pengorbanannya untuk orang yang dicintai. Sri Huning, perempuan yang “prapteng lampus halabuh negoro” berkorban jiwa raga untuk kehormatan negara dan “labuh tresno ing sabaya pati” mengejawantahkan cinta yang tidak hanya sekedar ikhlas melepaskan orang yang ia cintai demi the greater virtues negaranya, tetapi juga bertaruh nyawa untuk menjaga cinta itu. Lastly, I don’t even think games of thrones would be this much interesting, we have that Kitab Pararaton, catatan sejarah politik penguasa-penguasa nusantara yang jauh lebih “mulek” dari sekedar intrik remeh temeh para pemangku kuasa pemerintahan zaman now yang stuck dikeributan seputar pribumi non-pribumi, moslem non-moslem, asing non-aseng. We have marvelous histories, learn something positive out of them and don’t even driveback for the lesser things!.


Tembang dalam Tayub berjudul Sri Huning Mustiko Tuban

Bonus, soundtrack "Ditinggal Rabi" by Via Vallen


Comments

  1. http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/5-kota-romantis-di-eropa-yang-wajid.html
    http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/emak-emak-zaman-now-paling-kepo-4-hal.html
    http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/terkuak-alasan-di-balik-krisis-kfc-yang.html

    QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
    • BandarQ
    • AduQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    • BB : 2B3D83BE
    Come & Join Us!

    ReplyDelete

Post a Comment