Tahun 2018 telah berlalu dengan
proposal penelitian yang siap "dijajakan" dan sejak tengah taun 2018 itu, nawaitu untuk ngangsu kawruh kembali thukul
ngremboko semakin liar menjadi-jadi.
![]() |
graphic were retrieved from http://bleach.wikia.com/wiki/Soul_King_Palace |
Awal 2019 dimulai dengan gresek informasi beasiswa lagi, dan tidak bisa idealis juga sih harus pergi kemana. Pokoke ngendi sing ono kesempatan hajar aja bleeh!. Maka jadilah, project pertama mengajukan lamaran ke AMINEF biar bisa ke Amrik via skema beasiswa bernama Fulbright, sambil lalu memproses aplikasi ke Canada. Di tahun 2008 lalu sebenernya ingsun sudah pernah jadi candidate di Fulbright juga tetapi pada program bernama Community College Initiative Program dan berakhir dengan tak balekno kesempatan itu karena ingsun memutuskan ambil program S1 di Sala waktu itu (2009-2011). Long story short, setelah tiga tahun balik dari Australia, muncul lagi keinginan untuk upgrade ke jenjang doktoral karena tuntutan pekerjaan dan sepertinya lucu juga sih untuk memfokuskan karier menjadi peneliti. Harapannya sih bisa memberikan sumbangsih lebih ke peradaban dengan menjadi peneliti nantinya.
Ada terdapat banyak pilihan untuk
mewujudkan harapan ini, sebagaimana banyak terdapat kesempatan untuk masuk via
berbagai macam skema beasiswa baik dari luar negeri ataupun dalam negeri. LPDP
misalnya, skema ini adalah beasiswa ngejreng
dari pemerintah Indonesia untuk siapun anak bangsa yang memiliki cita-cita luhur memajukan negara tercinta ini. Anyway,
kesempatan pertama ingsun mbaleni lagi
cerita lama, Si Fulbright. Semua kelengkapan administrasi sudah dipersiapkan
dari tengah bulan Desember 2018 lalu dan rencanane tengah Januari 2019 ini akan
ingsun submit.
Sembari menyiapkan ubo rampen berkas lamaran ke AMINEF, ada
pergolakan batin untuk maju atau mandeg
saja ditempat. Greget maju karena
IELTS masih sama skornya seperti saat lulus dari Australia dulu dan ini
biasanya penting untuk proses seleksi, serta pengalaman riset yang kethoke patut untuk disugohke ndayoh. Tapi yo
embuh dink, wong kayak gini
kadang mergo ingsun aja yang terlalu
pede dengan garapan dhewek. Terus disaat yang bersamaan ngedap atau sangsi juga, ora pede karena GPA atau IPK dari gelar master yang lebih mirip aib
keluarga itu, memalukan. Hal ini bisa jadi central issue untuk
dipertimbangkan bakal digagas opo enggake aplikasi kita nantinya. Plus, jaman
mbiyene ingsun pernah memutuskan tidak meneruskan proses seleksi CCIP sampai
tahap interview di tahun 2008 karena memilih untuk kuliah S1 di Surakarta dulu.
Kiro-kiro aku di-blacklist pora yo karo Fulbright? ah
embuhlah, pokoke submit ae disit,
yen atene jodo lan rejeki lak yo ora kate
mblirit or vice versa. Lagipula, it
is never wrong to fail but what get you wrong is when you never try, lak yo ngono to lurr?.
- Surakarta, January 4 2019
Comments
Post a Comment