Nganglang Jagad ke NZ: Queenstown

Karena itinerary aing waktu itu adalah menjelajahi NZ dari Southern Island ke Northern Island, jadilah Queenstown sebagai kota pertama yang aing tuju. Dengan sedikit drama karena proses imigrasi di Kingsford Smith yang naujubilah panjangnya, hampir saja aing kepancal (tertinggal) pesawat. Jadi, lain kali pastiken sekali lagi, untuk penerbangan internasional HARUS mulai check in dua jam sebelum jadual flight yang tertulis. Kagak usah nawar-nawar, ini nasehat bukan traksaksi cabe-cabean jual beli cabe. Aing sendiri lupa berapa jam penerbangan dari Sydney ke Queenstown, empat jam barangkali. Ya, empat jam yang membosankan didalam pesawat sampai akhirnya mulai terlihat krampul-krampul putih dari kejauhan. Aing penasaran, apakah gerangan itu yang mirip remah-remah kue putri salju. Ketika pesawat semakin mendekati daratan, remah-remah kue itu ternyata icebergs yang mengambang dilaut sekitar Southern Island. I was like “wow”, for real man! Icebergs!. Semakin mendekati bandara Queenstown, “remah-remah kue” itu semakin banyak karena gletser dipuncak puncak gunung itu semakin terlihat. Ingat itu Summer, dan gletser  masih nangkring saja disana. Sembari nganga terkagum-kagum, aing mendadak ingat, aing kagak pakek jaket! Dan benar, begitu keluar dari pesawat dinginnya kebangetan (mirip Canberra awal-awal Winter).
Queenstown
Adaptasi dengan hawa dingin cuma butuh beberapa menit, soon after aing wore jaket levi’s alay kesayangan itu, dingin perlahan-lahan terlupakan. Next drama would be adalah ketika temen aing bilang “Ko, mobil yang kita pesen kagak ada, noh adanya mobil matic, law bawa itu ya please”.  Wait a minute, aing seumur umur cuma nyetir pakek manual, kan pada bilang noh para mulut lalaki “real man drives three pedals”, terus aing diminta nyetir matic yang dua pedals, aing takut nginjek gas lupa ngerem karena sibuk nyari kopling. But anyway, dengan instruksi singkat secara teoritis dari temen aing tentang how to drive matic car, aing langsung bisa loh dan itu artinya for the next eight days aing siap didaulat jadi driver. Well, bring it on babes! It going to be marvelous lah!.
Di Alun-Alun Kabupaten Queenstown nih (jaket al4Y k35aYAin9An 4k03h!)
Pipin, Yosa & Burhan di atas Kabupaten Queenstwon. Courtesy of Eka

Bergegas sembari menuju kota, temen temen memutuskan untuk bermalam di Glenorchy, sementara aing sendiri pilih bermalam saja di Queenstown, siapa tahu kan dengan serendipity begitu  kito rang bisa e ketemu jodoh. Entah dari Cheko Republic atau syukur-syukur dari Swedia biar bisa langsung lamaran Bulan Rajab berikutnya. Aing memutuskan tinggal di backpack hotel, lupa namanya tapi yang jelas murah (20 NZD). Check in dan kemudian explore sekitaran, sementara mobil aing serahkan ke rombongan yang bergegas ke Glenorchy. Secara keseluruhan karakter Queenstown itu mirip dengan Telaga Sarangan di Magetan Jawa Timur. Hutan pinus, telaga dan gunung, tiga hal yang sangat mirip dengan Sarangan kecuali Gletser diatap gunung, minus bakul bakso rudal yang berjajar. Queenstown kalah soal ini, dingin tapi kok gak ada satu orang pun yang punya inisiatif untuk membuka warung bakso dan mie ayam Wonogiri disana, entahlah.
Pipin, Eka dan Andro di Glenorchy. Courtesy of Eka

Menjelang senja mendadak langit Queenstown menampakkan pesonanya yang subhanallah, matahari yang pelan pelan surut menuju ketiak gunung memendarkan sinar keemasan yang meruncah ke pohon-pohon cemara raksasa, permukaan telaga, dinding gunung dan permukaan gletser. Mungkin benar kata dalang jancuk Sudjiwo Tedjo, Tuhan sedang tersenyum dan alam bersolek sempurna saat senja mulai turun, para kekasih mendadak layuh oleh romansa. Tapi aing tidak luruh atau layuh tuh, kagum saja barangkali. Bagaimana mau luruh kalau aing itu baru setahun patah hati? #EEAAAA!. Malam berangsur turun dan aing kembali ke penginapan dengan harapan bisa segera bangun pagi untuk menyambut sunrise. Rencana tinggal rencana ketika waktu tidur aing berantakan karena rupa-rupanya tempat penginapan aing itu berada diatas diskotik!. Lewat tengah malam aing terbangun karena merasakan mual dan pening hebat oleh dentuman bass yang merembet kamar dan tempat tidur. Selama satu jam kemudian aing struggling untuk kembali tidur meski dentuman bass itu mengganggunya kebangetan. Dampak dari sleep disturbance itu adalah, aing kesiangan, bangkai! Kelewatan melihat sunrise. Begini nih kalau niat ngirit, you get for what you pay darling. Karena kelewatan sunrise, akhirnya aing memutuskan untuk tracking dipinggiran telaga sembari menunggu restoran-restoran mulai buka dan menyediakan sarapan. Tidak mengecewakan untungnya, Queenstown sangat menawan, terlalu menawan untuk hanya dikunjungi dalam dua hari satu malam.
Nih dia penginapan aing, besok besok jangan nginep sini gaes, kalau gak pengen kepala pening
Menjelang siang teman teman aing mengabari kalau mereka sudah menuju Queenstown untuk kembali menyerahkan mobil sekaligus menyerahkan anggota rombongan yang natinya bakal jadi anggota kafilah aing. Bersama dalam mobil yang aing bawa ada co driver Tanda, dan dua orang back seater  Eka dan Pipin. Kami, empat orang yang kemudian bergegas untuk pindah ke tujuan berikutnya yaitu Lake Tekapo.
Sudut kota di Queenstown, sepi ya, beda sama Pasar Gede
Kebayang aja bisa pacalan di bangku taman gini sama orang terkacih, sayang yang dikacihi malah minggat... eh aing dink yang duluan minggatz 
Sendirian aja mz dipojokan, dah kayak gentong lo...
Nikmat Tuhan manalagi yang engkau dustakan jika pojok galawmu memiliki pemandangan seperti ini wahai cucu Adam?
Airnya bening bangat kayak pipis orang sehat kaca

Drama apalagi yang akan terjadi di Lake Tekapo? well, bersambung aja dulu kali yes…

Comments