Send Me Away to Cilacap


Kali ini saya menuturkan perjalanan spiritual (sebenarnya sama sekali tidak ada sentuhan spiritual dalam getaway trip kali ini…ya biar keren aja kali ya maka disebutlah perjalanan spiritual…*ngartis*) yang saya lakukan selama tiga hari di Cilacap, Jawa Tengah. Due to certain painful moment saya harus mencari pencerahan ke tempat karib lama saya, saudara Ipnu yang tinggal disana. Bertolak dari Solo menggunakan KA Logawa jurusan Purwokerto yang meninggalkan Stasiun Purwosari-Solo pada pukul 14.30 WIB, saya berangkat dengan stasiun tujuan Kroya(baca saja Korea..). FYI, harga tiket KA ekonomi tersebut cukup affordable untuk perjalanan selama 3 jam, yakni seharga Rp.36K (disingkat aja biar mirip online shop ya sist). Saat itu saya tiba di Stasiun Kroya pukul 17.36 WIB, dijemput oleh Ipnu dan dilanjutkan mencari kuliner endemik Korea yaitu “Kluban”. Kuliner ini begitu cucok dilidah dan dengan didorongkan oleh rasa kencot1 yang menggelora, maka sebakul nasi serta sepiring besar kluban tandas oleh penampilan tunggal saya yang lebih mirip orang kesetanan ngunyah beling (Ipnu tidak suka sayuran, doi makan ayam bakar at that time…jadi bukan saya yang serakah menghabiskan kluban sendirian nyiahahahaha..). In short, dengan perut yang penuh dan rasa capek, malam itu saya langsung tertidur pulas di Widara Payung, Cilacap, sebuah desa tenang dan damai di pesisir selatan Pulau Jawa. Sebelum beranjak tidur, bapaknya Ipnu berpesan barangkali nanti tengah malam akan terbangun oleh gemerisik debur ombak laut selatan yang bergemuruh dari kejauhan…tapi nyatanya saya tetap saja tidur pulas tanpa terusik oleh apapun (dasar pelor…nempel molor).

Sabtu pagi 10 Nopember 2012, hujan menyapa dengan sayup sayup rintik yang ogah-ogahan, langit begitu mendung dan abu-abu pekat, sepekat suasana hati kala itu (halah preet….!). menjelang pukul 10.00 WIB hujan reda, masih tersisa sedikit mendung di kolong langit tak lantas menyurutkan niat kami untuk menjelajahi Pantai Manganti beberapa kilometer kearah timur dari Cilacap, di batas barat Kabupaten Kebumen lebih tepatnya. Pantai ini seperti tipikal pantai laut selatan pada umumnya, minim pasir putih, malah pada kenyataanya didominasi oleh batu-batu karang besar dan tebing-tebing curam yang berpapasan langsung dengan laut. Hamparan hutan dan padang rumput yang menyelimuti puncak-puncak tebing itulah yang menjadi daya tarik Pantai Manganti, di tempat ini anda pasti merasa seperti taipan muda yang telah membeli pulau pribadi dilepas laut Selandia, begitu sepi begitu tenang begitu damai. Debur ombak, semilir angin dan hijau manikam air laut samudera hindia begitu membius pikiran sehingga mengacuhkan sengatan matahari yang kala itu beranjak terik (ye eyalah…tengah hari bolong, gak pake sunblock, tanning se-tanning-tanningnya pemirsah…). Kunjungan ke Manganti kami akhiri pada pukul 13.00 WIB dan kemudian kami lanjutkan dengan mengujungi TPI di Dermaga seberang Pantai Ayah (Kebumen or Cilacap, whatever…kedua tempat itu berdempetan begitu dekatnya, sebagai pengunjung saya bingung tapi tetap menikmati eksotika tempat itu). Hal menakjubkan selanjutnya adalah ternyata berbelanja ikan di TPA jauh lebih murah jika dibandingkan dengan membeli ikan di Solo, dan ikan yang dibeli tersebut masih segar hasil tangkapan nelayan yang baru saja pulang dari melaut…..magnifico Indonesia!!#heaven.

On the third day, KA Pasundan yang akan saya tumpangi untuk pulang ke Solo dijadualkan akan tiba di Stasiun Kroya pada pukul 12.00 WIB (gilaaa…perfect high noon). Kelar meyelesaikan sarapan kami memiliki sisa waktu tiga jam untuk melihat sisi lain Cilacap, di part inilah kami memutuskan untuk mengunjungi obyek wisata spiritual Gunung Srandil Mandala Giri dan Gunung Selok (konon tempat ini sering dijadikan sebagai tempat bertafakur oleh mendiang Presiden Suharto). Eksplorasi kedua tempat tersebut mengisi waktu tiga jam dengan baik, adalah dua tempat yang menurut saya worth to be visited (saya memang menyukai segala hal berbau klenik….masalah?? I hope not unless anda seorang FPI hahaha). Menjelang pukul 11.30 WIB kami pulang dan langsung menuju ke Stasiun Kroya. The amazing moment was when Ipnu’s family driving me to the train station, I was so terharu…they have been so nice to me even they sang sayonara in front of the station’s gate (yang terakhir itu hanya imajinasi saya yang terpengaruh anime Nippon saja….). KA Pasundan tiba dan berakhir sudah journey saya di Cilacap, terimakasih saudara Ipnu, terimakasih bapaknya Ipnu, terimakasih ibunya Ipnu, terimakasih adiknya Ipnu…you guys are wonderful, sejenak saya lupa bahwa semestinya saya meraung-raung sedih diakhir pekan itu, berkat kalian saya lupa dan berkat saudara Ipnu terutama, terimakasih sekali lagi…tanning sukses, saya semakin eksotik dengan kulit hitam ala surfer pribumi Indonesia (I can’t stop to smile every time I remember to my appearance following that trip, even until now).

1) Kencot means laper or luwe

Comments